RAMUAN AJAIB
Terdengar gelak tawa kakek dan neneknya. Tapi Yogi
tidak ikut tertawa. Ia tetap serius. Dari balik pintu ia merekam semua
percakapan kakek dan nenek. Telinganya didekatkan daun pintu, agar suara kakek
dan nenek yang mulai tua terdengar jelas. Yogi benar-benar tidak ingin ada
sepatah kata pun yang terlewat. Sesekali kepalanya mengangguk-angguk. Tetapi
kadang telinganya dipaksa untuk tegak keika suara kakek dan nenek tidak
terdengar jelas.
Esok hari sepulang sekolah, teman-teman Yogi berkumpul
dan bersiap ke rumah Mia.“Gi! Ke mana? Nggak ikut ke rumah Mia?” Yogi mengelus
botaknya beberapa kali. Dengan santai ia melangkah dan bersiul-siul.
“Buat apa ke rumah Mia?” Tangannya berkacak pinggang memandang teman-temannya.
“Ya, belajar dong! Besok kan, ujian matematika. Banyak rumus yang harus
dihafal, lo!”
“Kalian saja yang belajar, aku tidak perlu
melakukannya.”
“Kok bisa begitu?”
“Tentu bisa, karena aku telah mendapatkan resep
mujarab dari kakekku.”
“Resep, apa sih?” Tanya Mia penasaran.
“Resep agar sukses ujian.”
“Alaa…ah, paling juga disuruh belajar.”
“Wah, kalian salah. Pokoknya ini rahasia!” jawab Yogi
sambil mengerling genit.
“Dasar pelit! “ Mia mengomel sebal.
“Jangan-jangan kakeknya Yogi dukun.” Komentar Anton.
“Ha…ha…ha… dipanggil aja Mbah dukun.” Jaka tertawa
terbahak-bahak.“Jangan sembarangan, ya! Kita lihat saja besok.” Yogi pergi
sambil menggerutu sepanjang jalan menuju rumah.
Malam telah tiba. Yogi segera mempersiapkan
keperluannya. Catatan matematika, segelas air putih, sesendok gula dan sedikit
garam. Dengan hati-hati tangannya membakar lembar demi lembar catatan
matematikanya. Abu bakaran ditampung di piring palstik yang diambilnya dari
dapur. Beberapa lembar catatannya terbakar. Dengan hati-hati tangan Yogi
memasukkan abu ke dalam gelas sedikit demi sedikit.
“Yogi.. Sedang apa di kamar, Nak? Kok ada bau benda
terbakar dari kamarmu.” Teriak Ibu dari ruang tengah.
Yogi terperanjat. Dia mendekat ke pintu, mengamati
lubang kunci dengan seksama. Ia memastikan pintu kamarnya telah terkunci.
“Tidak apa-apa kok, Bu. Yogi hanya mempersiapkan untuk ujian besok.” Yogi pun
melanjutkan pekerjaannya. Diaduknya larutan abu yang diberi gula dann garam
dengan hati-hati. Ia tidak ingin orang lain mengetahui apa yang sedang
dilakukannya di kamar.
“Huek..kk!” Yogi berlari ke jendela, memuntahkan isi
mulutnya.
“Ternyata rasanya tidak enak. Bagaimana Kakek dulu
meminumnya, ya?” di pandanginya air keruh yang mengisi setengah gelas. Yogi
membayangkan dirinya akan menjadi bahan olok-olok teman-temannya jika tidak bisa
mengerjakan ujian. Dengan mata terpejam dia paksa meminumnya sekali lagi.
“Huek…kk!.. Huek..kkk!!”
“Yogi..” Tok..tok…tok.. Suara Ibu di depan pintu. “Ada
apa,, Nak?”
Uhuk..kk! Uhuk…k! Yogi terbatuk-batuk.
“Yogi hanya kesedak, Bu.”
“Buka pintunya, Ibu buatkan susu hangat untukmu.” Yogi
terkesiap. Segera ia sembunyikan gelas yang berisi ramuan ke dalam lemari buku.
Dengan wajah dibuat setenang mungkin ia membukakan pintu untuk ibunya.
“Benar kamu tidak apa-apa?”
Yogi menggeleng. Ibu menaruh segelas susu di meja belajarnya. Yogi was-was,
takut ibunya menemukan gelas yang disembunyikan.
“Kakek, di mana?”
“Ada di kamarnya. Kenapa?”
“Enggak, kok Yogi tidak mendengar suaranya.” Tak lama
kemudian Ibu Yogi meninggalkan kamar. Yogi mengambil gelas yang disembunyikan
di kolong tempat tidur. Diamatinya gelas itu lama-lama.
Kuteruskan, nggak ya? Tanya Yogi dalam hati. Yogi mengelus botaknya
berkali-kali. Diambilnya sisa catatan yang belum dibakar. Begitu banyak rumus
yang harus dihafalkan. Ah, daripada susah-susah menghafal, mending kuteruskan
minum ramuannya.
Kali ini Yogi menyiapkan segelas air putih yang baru
diambilnya dari ruang makan. Yogi mencoba meminum lagi ramuan ajaibnya.
“Huekk..k!! Huekk…k!!” Kembali Yogi mual. Dia segera berlari ke jendela dan
memuntahkan ramuannya. Dengan cepat tangannya mengambil air putih dan
meminumnya.
“Aku benar-benar tak dapat meminumnya.” Yogi mulai
pasrah. Wajahnya agak pucat. Kepalanya pusing.
“Aha..! Bukankah kakek dulu juga merasa pusing dan
mual? Artinya ramuan ini mulai bekerja.” Yogi sedikit gembira mengingat
perkataan kakeknya. Ia pun memilih tidur dengan harapan besok pagi semua rumus
yang diminumnya sudah melekat di kepalanya.
* * * *
Jam setengah tujuh pagi. Yogi masih tidur di kamarnya.
Berkali-kali ibunya mengetuk pintu. Tapi tak ada jawaban. Dengan sedikit
khawatir, tangan ibu Yogi mencoba menarik handel pintu.
Klek. Pintu terbuka. Rupanya Yogi lupa mengunci
pintunya setelah mengambil air putih tadi malam. Ibu Yogi memegang keningnya.
Panas. Rupanya Yogi demam.
Yogi membuka matanya dengan berat.
“Kamu sakit, Nak?”
“Kepalaku pusing, Bu. Aku juga kedinginan.”
“Kalau begitu, jangan masuk sekolah dulu. Istirahat di
rumah saja.”
“Tapi hari ini Yogi ujian, Bu.”
“Nanti Ibu telepon ke sekolah, agar boleh mengikuti
ujian susulan.”
Yogi hanya bisa pasrah.
“Ibu telepon ke gurumu, ya.” Yogi mengangguk. Sebelum
ibunya keluar Yogi memanggil.
“Bu, tolong panggilkan Kakek, ya.” Ibu Yogi mengangguk dan pergi meninggalkan
kamarnya. Tak lama kemudian Kakek telah muncul di depan pintu kamar Yogi.
“Aduh Yogi, mau ujian kok sakit.” Kakek mendekat dan
duduk di tepi dipan. Kakek Yogi melihat isi kamar. Matanya langsung tertuju
pada gelas yang berisi cairan gelap.
“Yogi minum, kopi?”
Kepala Yogi menggeleng.
Kakek melangkah mendekat meja dan mengangkat gelas.
Diciumnya isi gelas denngan hati-hati.
“Kamu membuat rauan ini?”
Yogi mengangguk pelan.
“Siapa yang mengajari?” Tanya Kakek bingung.
Dengan wajah murung Yogi menjawab
.“Dua hari yang lalu aku mendengar Kakek sedang
bercerita tentangramuan ajaib kepada nenek. Makanya aku mencobanya.”
“Ha..haa..Haa. Ooh.. itu rupanya penyebabnya. Makanya
sekarang Yogi sakit.”
“Tapi Kakek
dulu juga sakit kan setelah minum ramuan itu?”
“Ya. Kakek langsung sakit.”
“Dan Kakek jadi pintar matematika, kan?”
“Waduh! Pasti kau tidak mendengarkan dengan lengkap
cerita kakek waktu itu. Setelah minum ramuan itu, kakek masih ikut ujian. Dan
hasilnya, kakek dapat nilai tiga!.”
“Ha??! Tiga?” Yogi tidak percaya mendengarnya. “Lo,
bukankah kakek pandai matematika?”
“Ya, karena setelah itu Kakek rajin belajar agar semua
rumus matematika dapat melekat di kepala. Bukan dengan meminum rumus-rumus
itu.”
Yogi semakin lunglai. Karena ia berharap dapat pandai
matematika tanpa harus susah-susah belajar.
“Yogi ingin menghafal rumus-rumus matematika?”
“Tentu saja.”
“Kalau begitu,, salin semua rumus di bukumu. Lalu
tempelkan rumus-rumus itu di dinding kamar, di kamar mandi, dan bawalah
kemanapun kau pergi. Dan bacalah jika senggang. Kakek yakin kau akan dengan
mudah menghafalnya.”
“Baiklah. Aku akan mencobanya.”
“Ingat, Yogi. Tidak ada jalan pintas untuk pintar.
Semua harus dimulai dengan usaha dan kerja keras. Sekarang istirahat dulu.”
Yogi pun mengerti, kalau ingin pintar ia harus
belajar, bukan dengan minum ramuan ajaib.